Pedesaan merupakan sebuah aspek yang tidak bisa dilepaskan dari pembangunan ekonomi negara. Pedesaan, terutama di negara berkembang umumnya identik dengan kemiskinan yang tinggi, banyaknya pengangguran, dan infrastruktur yang kurang. Maka, pembangunan ekonomi suatu negara tidak akan bisa terjadi secara efektif jika pembangunan di pedesaan terhambat. Keberhasilan pembangunan ini ditentukan dari bagaimana penduduk desa dapat melakukan mobilitas sosial-ekonomi. Dalam fenomena ini, kelembagaan menjadi penting, karena pembangunan kelembagaan sektor keuangan ( financial sector ) dapat menjadi instrumen penting dalam mengatasi kelangkaan modal di pedesaan. Modal dan Pembangunan Perdesaan Menurut Boeke, dalam penelitiannya tentang perekonomian Hindia-Belanda, perekonomian Indonesia terbagi menjadi dua sektor yang tidak saling berhubungan, yaitu sektor tradisional dan modern. Konsep dualisme ekonomi ini dapat dijelaskan dalam beberapa tahapan berikut: Fase pertama , tujuan pembangunan
kelembagaan dilihat sebagai pencapaian dari proses formal dan informal dari resolusi konflik. Jika konflik tersebut bermuara kepada penciptaan (perubahan) menghasilkan 'irama kerja yang saling menguntungkan' (workable mutually), maka bisa dikatakan proses tersebut telah berhasil. Kesulitan pada saat mendefinisikan kelembagaan itu sendiri. Terkadang untuk memudahkan kelembagaan diberi predikat sebagai kerangka hukum atau hak-hak alamiah (natural rights) yang mengatur tindakan individu. Pada saat yang lain, kelembagaan sebagai mana pun yang bernilai tambah atau kritik terhadap ilmu ekonomi klasik atau hedonik. Bahkan kelembagaan dimaknai sebagai apapun yang berhubungan dengan 'perilaku ekonomi' yang dimana berupaya untuk menghadapkan hal-hal kegiatan dengan perasaan. Menurut Bardhan (1989:3) kelembagaan akan lebih akurat bila didefinisikan sebagai aturan-atyran sosial, kesepakatan, dan elemen lain dari struktur kerangka kerja interaksi sosial. Dalam mata kuliah ekonomi